Oleh : Dewi Trisnaningsih, S.Pd.
Mengajar Kelas IX Mata Pelajaran Bimbingan Konseling
SMP N 1 Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah

Masa depan Indonesia yang berkualitas, berkarakter, berakhlak mulia, dan disiplin merupakan jawaban menghadapi era globalisasi (Hasibuan & Sulaiman, 2019). Pada dasarnya disiplin dapat dilatih untuk mencapai pengendalian diri, karakter dan efisiensi. Disiplin adalah ketaatan kita terhadap apa yang disepakati untuk mencapai tujuan tertentu (Tresnawati, 2012). Disiplin berkaitan dengan pengendalian diri yang memungkinkan seseorang untuk membedakan benar atau salah sehingga ia dapat bertanggung jawab dalam jangka panjang.

Dalam kaitannya dengan pendidikan, disiplin dipandang sebagai pendidikan nilai, kebiasaan, moral, dan budi pekerti yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan anak didik dalam berbuat baik dalam kehidupan sehari-hari (Nasution, 2017). Disiplin dapat terwujud jika semua pemangku kepentingan pendidikan ikut serta, termasuk orang tua. Dengan dukungan orang-orang tersebut disiplin dapat ditingkatkan.

Disiplin adalah ketaatan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang menuntut orang untuk mematuhi keputusan, perintah dan peraturan (Naim, 2012). Disiplin adalah sikap mentaati peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan tanpa pamrih. Selain itu disiplin juga berarti ketaatan terhadap perintah pimpinan, kontrol yang kuat terhadap penggunaan waktu, dan tanggung jawab terhadap tugas yang diberikan. Disiplin memegang peranan penting dalam mengarahkan kehidupan manusia untuk mengejar cita-citanya. Tanpa kedisiplinan, seseorang tidak akan memiliki landasan baik dan buruk dalam perilakunya (Asterina & Sukoco, 2019).

Disiplin diri sangat penting bagi anak di era globalisasi karena memberikan kontrol internal untuk berperilaku moral (Sugiyo, 2018). Disiplin membuat anak tidak hanya menjadi siswa yang jenius, tetapi juga memiliki etos kerja. Oleh karena itu kedisiplinan sangat dibutuhkan oleh setiap siswa. Hal ini juga menjadi syarat dalam membentuk sikap yang baik. Disiplin akan mengantarkan seseorang menjadi siswa yang berhasil dalam belajar dan berperilaku (Aslamiyah, 2020).

Disiplin merupakan salah satu krisis moral di Indonesia. Hal ini banyak dijumpai di sekolah-sekolah dan mengindikasikan bahwa generasi muda mengalami degradasi moral dan perlu ditekankan disiplin dalam belajar karena salah satu indikator pembelajaran adalah meningkatkan kedisiplinan siswa (Alfansyur, 2021). Disiplin mencerminkan perilaku normal yang mengikuti berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku. Taat dan teratur dapat menjadi fitrah dan kebiasaan yang menimbulkan rasa percaya diri untuk melakukan sesuatu. Hal ini juga sesuai dengan kenyataan bahwa kedisiplinan merupakan indikator penting dalam proses belajar mengajar di sekolah (Tandiono, Atrizka dan Akbar, 2020). Berdasarkan temuan tersebut, kedisiplinan perlu ditanamkan sejak kecil karena dapat mengarahkan siswa untuk bijak dalam mengatur dan memanfaatkan waktu, terutama dalam proses pembelajaran.

Penulis sebagai guru SMP N 1 Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah menerapkan layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan eksistensial humanistik untuk meningkatkan kedisiplinan siswa. Bimbingan kelompok merupakan layanan yang mengutamakan keaktifan siswa dalam rangka membekali mereka keterampilan menyampaikan gagasan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Dengan cara ini siswa diharapkan dapat memecahkan masalahnya (Sugiyo, 2018). Pada dasarnya bimbingan kelompok difokuskan untuk memungkinkan siswa berbicara di depan umum, menghargai ide orang lain, memiliki kontrol diri yang baik, manajemen emosi, toleran, dan bertanggung jawab atas apa yang mereka katakan (Hidayati, et al., 2017).

Layanan bimbingan kelompok berbasis pendekatan eksistensial humanistik bertujuan untuk memberikan pengalaman otentik bagi siswa agar mereka dapat menyadari potensi dirinya untuk mengungkapkan dan bertindak berdasarkan kemampuannya (Primayanti, Madriantari, & Dantes, 2014). Wijaya (2014) berpendapat bahwa pendekatan eksistensial humanistik memiliki pengaruh besar dalam memahami keberadaan individu itu sendiri sehingga mereka sadar akan potensi dirinya dan mampu membangun tanggung jawab dalam hidupnya. Terdapat tiga langkah yang dilakukan dalam konseling eksistensial Corey (2013). Pertama, pada tahap pendahuluan, siswa mengklarifikasi asumsinya tentang dunia dan pengalamannya dibantu oleh guru. Siswa dibimbing dalam mendefinisikan dan bertanya tentang cara mereka memandang dan menjadikan keberadaan mereka dapat diterima. Kedua, pada tahap pertengahan, siswa lebih banyak menjelaskan tentang nilai-nilai yang dipegangnya dalam berperilaku dan hidup. Ketiga, pada tahap terminasi, konseling berfokus pada membantu siswa untuk dapat menerapkan apa yang telah dipelajari siswa tentang dirinya. Proses ini akan menyadarkan siswa akan baik buruknya suatu perilaku dan kemudian membentuk konsep diri yang positif, yaitu sesuai dengan aturan/norma yang ada dan pada akhirnya mampu hidup dengan baik dan bertanggung jawab.

Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa kedisiplinan siswa kelas IX SMP N 1 Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah meningkat setelah menerima layanan bimbingan kelompok dengan pendekatan eksistensial humanistik. Pendekatan humanistik yang digunakan dalam kegiatan layanan bimbingan kelompok berfungsi untuk mengetahui karakteristik setiap siswa dan dilakukan secara berulang-ulang hingga disiplin siswa meningkat. bijak dalam mengatur dan memanfaatkan waktu, terutama dalam proses pembelajaran. Ayatullah (2020) menjelaskan bahwa disiplin harus diajarkan sejak dini karena urgensinya di lingkungan sekolah. Konseling eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia dan memiliki pengaruh besar dalam memahami keberadaan dan potensi seseorang dengan tujuan memungkinkan tanggung jawab dalam kehidupan seseorang dan mendorong seseorang untuk disiplin. Dapat disimpulkan bahwa pendekatan eksistensial humanistik dapat digunakan dalam layanan bimbingan konseling kelompok untuk meningkatkan disiplin siswa.